SENYAWA EPOKSIDA
Epoksida adalah
senyawa eter siklik
dengan cincin yang
memiliki tiga anggota. Struktur
dasar dari sebuah epoksida berisi sebuah atom oksigen yang diikat pada dua atom
karbon berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan dari
cincin dengan tiga
anggota ini membuat
senyawa epoksida menjadi lebih
reaktif daripada eter asiklik. Senyawa
epoksida merupakan senyawa
yang sangat penting
sama seperti produk kimia lainnya, misalnya resin. Proses produksinya
yang telah diketahui adalah oksidasi
senyawa olefin dengan
peracids, seperti asam
m-klorobenzoat, asam perasetat,
dll dan peroksida organic seperti tert-butyl hydroperoxide.
Bentuk
gugus epoksi, antara lain :
·
Terminal
·
Internal
Dan
mungkin memiliki pengganti pada atom karbon selain hidrogen, misalnya
Gugus
epoksi dapat pula menjadi bagian dalam sebuah struktur cincin, seperti
Senyawa epoksida
dapat dibuka dengan mudah,
di bawah kondisi
asam atau basa. Contohnya,
hidrolisis propilen oksida yang dikatalis dengan senyawa asam atau basa untuk
menghasilkan propilen glikol.
REAKSI EPOKSIDASI
Epoksidasi adalah
reaksi oksidasi ikatan rangkap
oleh oksigen aktif membentuk senyawa
epoksida. Pada umumnya,
epoksidasi minyak menggunakan hidrogen peroksida sebagai
pereaksi. Sifat hidrogen peroksida sebagai oksidator tidak cukup kuat
sehingga ditransformasi ke
bentuk yang lebih
aktif (asam peroksi). Menurut Swern D. (Swern D.,
et al, 1945)
bahwa asam peroksi
yang dibentuk dari reaksi hidrogen peroksida dengan asam
alifatis rendah (asam formiat dan asam asetat) merupakan bentuk yang
reaktif. Asam peroksi dapat
bereaksi sangat cepat dengan senyawa
tidak jenuh. Sifat asam formiat
yang kuat dapat
juga membuka cincin
oksiran untuk menghasilkan senyawa turunan
hidroksi-formoksi. Dengan adanya air
akan terbentuk senyawa dihidroksil dan asam formiat.
Karakteristik dari
senyawa epoksida adalah
adanya gugus oksiran
yang terbentuk oleh oksidasi dari senyawa olefinik atau senyawa aromatik
ikatan ganda.
Untuk mencegah
reaksi eksotermis yang tidak
terkendali dan untuk mengoptimalkan epoksidasi,
larutan peroksida ditambahkan
secara bertahap dengan adanya pengadukan, dan mempertahankan
suhu reaksi. Ketika angka iod
substrat telah berkurang
sampai ke titik
yang diinginkan, reaksi terhenti
dan substrat terepoksidasi
dipisahkan dari larutan. Karena epoksidasi merupakan reaksi
yang reversibel dan
terdapat kemungkinan munculnya
reaksi samping, epoksidasi diusahakan untuk terjadi pada temperatur yang
rendah dan waktu yang singkat [Kirk-Othmer, vol.9, 251].
Ester
terepoksidasi mempunyai densitas yang
lebih tinggi dan volatilitas yang
lebih rendah serta
lebih tahan terhadap
oksidasi. Epoksidasi meningkatkan
stabilitas oksidatif termal dan mengurangi laju peningkatan angka asam
[Gan L.H. et. Al, 1995].
Suhu reaksi
epoksidasi lebih sering
diatur pada 30
dan 140oC. Reaksi epoksidasi dapat dilakukan secara batch,
semi-kontinyu, atau kontinyu
[Escrig, Pilar De Frutos et. Al, 1998].
Penamaan Epoksida
•
Epoksi sebagai cabang pada seny. utama,
1,2-epoksi-sikloheksana
•
Alkana oksida, dari metode sintesis umum
•
Oksirana sbg induk, oksigen nomer 1
Reaksi
epoksidasi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:
Persamaan laju
reaksi epoksida dan
konstanta laju reaksi
epoksidasi pada berbagai temperatur
adalah sebagai berikut :
Persamaan laju reaksi
epoksidasi metil ester :
Salah satu produk epoksida yang dapat dihasilkan
menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakunya adalah senyawa polihidroksi
trigliserida. Polihidroksi trigliserida merupakan senyawa turunan dari minyak
atau lemak yang memiliki gugus hidroksil lebih dari 2. Senyawa polihidroksi
trigliserida ini banyak digunakan sebagai bahan untuk pembuatan poliuretan, bahan aditif untuk plastik,
pelumas, surfaktan dan lain-lain sehingga kebutuhan akan senyawa ini menjadi
sangat tinggi.
Senyawa polihidroksi trigliserida ini dihasilkan
melalui reaksi hidroksilasi. Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi,
yaitu reaksi epoksidasi pembentukan cincin epoksida
(oksiran) dan diikuti reaksi pembukaan cincin
oksiran. Senyawa trigliserida tidak jenuh yang terkandung dalam minyak nabati ini
diepoksidasi menggunakan asam peroksi (yang terbuat dari asam karboksilat dan
hidrogen peroksida), dan akan menghasilkan senyawa epoksida yang jumlahnya
dapat dinyatakan dalam bilangan oksiran.
Epoksida minyak dapat digunakan secara langsung
sebagai pemlastis dalam matriks polimer untuk menghasilkan suatu material yang sesuai untuk polivinil klorida (PVC),
hal ini sangat penting sekali untuk mengendalikan kekentalan PVC selama proses
pembuatannya dan sebagai penstabil resin PVC untuk meningkatkan fleksibilitas,
elastisitas, kekuatan dan untuk mempertahankan stabilitas polimer terhadap
perpindahan panas dan radiasi UV. Reaktifitas cincin oksiran yang tinggi
menyebabkan epoksi juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk beberapa bahan
kimia, seperti alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin,
dan polimer seperti poliester, poliuretan, dan resin epoksi (Gan, 1992).
Adanya ikatan π pada metil risinoleat telah berhasil
diepoksidasi dilanjutkan dengan alkoksilasi terhadap epoksida metil risinoleat
untuk menghasilkan senyawa metil
[9-(2,3-dihidroksipropoksi)-10,12-dihidroksioktadekanoat] (Ocha,2009).
Esterifikasi
asam organik dengan alkohol merupakan salah satu reaksi yang paling mendasar
dan penting dalam industri kimia. Produk-produk esternya secara luas
dimanfaatkan sebagai pelarut dan pengemulsi dalam industri makanan, farmasi
serta kosmetik ataupun pelumas dalam pengolahan logam, industri tekstil dan
plastik (Arismunandar, 2006).
Sebagai bahan
bakar (biodiesel) ester asam lemak seperti metil maupun etil ester asam lemak
telah banyak diteliti untuk dikembangkan, demikian juga ester antara alkohol
rantai panjang dengan asam oleat telah banyak dikembangkan sebagai bahan
pelumas dasar bio (biolubricant) (Susanto, 2008).
Bahan baku yang
digunakan adalah minyak sawit.
Bilangan iod dalam
bahan baku sebesar 58,37 %w/w.
Reaksi epoksidasi merupakan bagian dari reaksi hidroksilasi, yang mana
senyawa epoksida yang
dihasilkan sebagai senyawa
intermediet akan mengalami
reaksi pembukaan cincin oksiran/epoksida menghasilkan senyawa
polihidroksi trigliserida, karena penelitian ini
difokuskan pada reaksi
epoksidasi maka pembukaan
cincin oksiran harus dihambat. Reagen yang
digunakan untuk menghambat reaksi
pembukaan cincin oksiran
ini adalah benzene. Reaksi epoksidasi merupakan reaksi eksotermis dan
penelitian ini dilakukan secara isotermal
sehingga perlu ada kontrol suhu
reaksi. Saat awal
reaksi, digunakan air pemanas
untuk mencapai suhu reaksi.
Setelah suhu reaksi
tercapai dan hidrogen
peroksida mulai ditambahkan, suhunya
akan meningkat sehingga
penggunaan air pemanas
segera diganti dengan air pendingin. Penggantian air ini
tidak dapat dilakukan dengan cepat karena dilakukan secara manual
sehingga suhu reaksi
tidak dapat stabil
pada kondisi reaksi
yang diharapkan (pengendalian suhu yang sulit dilakukan). Alat yang
digunakan untuk mengontrol suhu pada
reaksi epoksidasi ini
adalah termokopel yang dicelupkan dalam larutan di
dalam labu leher tiga. Namun
saat run pertama
dijalankan, larutan di
dalam labu berubah warna menjadi kehitaman. Hal ini terjadi karena ujung termokopel, yang
terbuat dari besi, terkorosi oleh reagen H2O2. Untuk run berikutnya termokopel
dicelupkan ke dalam waterbath berisi air pemanas/air pendingin, sehingga dibutuhkan kalibrasi suhu antara
suhu air pemanas dengan suhu di dalam
labu. Diasumsikan bahwa pada waktu ke-0 belum terdapat senyawa epoksida.
Pada penelitian ini,
penetralan minyak hasil
reaksi dilakukan setelah
proses distilasi yang berarti berbeda dengan cara kerja di
dalam jurnal L.H. Gan, S.H. Goh dan K.S. Ooi (1992). Di dalam jurnal,
minyak hasil reaksi
dinetralkan dahulu untuk
kemudian didistilasi. Hal
ini disebabkan oleh adanya
keterbatasan ukuran alat
penelitian yang akan
digunakan untuk penetralan.
Pengaruh Waktu Reaksi
Terhadap Jumlah Bilangan
Epoksida (% Epoksida) pada Suhu 30oC,40oC,Dan
50oC
Secara teori,
epoksidasi minyak sawit menghasilkan senyawa
epoksida yang ditandai dengan
kenaikan bilangan epoksidanya. Tipe
reaktor yang digunakan adalah reaktor
batch, sehingga semakin
lama waktu reaksi maka konversi
yang dihasilkan semakin besar,
sampai tercapai konversi yang maksimal. Dengan membuat plot grafik hubungan persentase
epoksida sebagai fungsi
waktu reaksi, akan
terlihat pengaruh waktu terhadap
bilangan epoksida produk.
Berkurangnya pembentukan asam
peroksiformat pada suhu reaksi yang semakin tinggi akan
mengurangi oksidasi ikatan
rangkap dalam minyak
sehingga senyawa epoksida yang
dihasilkan juga semakin sedikit.
Pada
suhu 30oC, semakin
lama waktu reaksi
maka persentase epoksida
yang terbentuk cenderung semakin
besar. Untuk variabel
waktu 1 jam
diperoleh jumlah bilangan
epoksida 0,96 %, variabel waktu 2
jam diperoleh jumlah bilangan epoksida 1,23%, dan variabel
waktu 3 jam diperoleh jumlah bilangan epoksida 1,23%.
Pada
suhu 40oC juga
diketahui, persentase epoksida
yang terbentuk cenderung semakin besar
dengan bertambahnya waktu
reaksi meskipun terdapat
sedikit penurunan jumlah bilangan
epoksida pada variabel suhu 2 jam.
Hal ini dapat dilihat dari
persentase epoksida yang terbentuk
pada variabel waktu 1 jam sebesar 1,00
% ; pada variabel waktu 2 jam
sebesar 0,97 %, dan pada variabel waktu 3 jam diperoleh jumlah bilangan epoksida
1,07%.
Pada
suhu 50oC, hasil
yang diperoleh memiliki
kecenderungan yang sama dengan
hasil pada suhu
40oC, dimana terlihat
semakin lama waktu
reaksi maka jumlah bilangan
epoksida cenderung semakin besar, yaitu pada variabel waktu 1 jam diperoleh
jumlah bilangan epoksida
1,09 %, variabel
waktu 2 jam
menghasilkan jumlah bilangan epoksida
0,87 %, pada
variabel waktu 3
jam diperoleh jumlah bilangan epoksida 1,02 %, dan pada
variabel waktu 4 jam diperoleh jumlah bilangan epoksida 1,15 %. Hasil pada variabel suhu 50oC ini diperoleh karena semakin lama waktu
reaksi maka kesempatan
molekul-molekul zat pereaksi
untuk saling bertumbukan
semakin luas, disamping itu
ikatan rangkap yang
terdapat dalam minyak
sawit semakin banyak mengalami
oksidasi pembukaan ikatan
rangkap oleh asam
peroksiformat. Keberadaan
benzene dalam reaksi
juga akan meminimalkan pembukaan
cincin oksiran/epoksida, sehingga senyawa epoksida yang terbentuk lebih
banyak.
Akan tetapi
pada beberapa variabel, yaitu suhu 40oC dan 50oC masing-masing untuk variabel waktu 2
jam jumlah epoksida
yang terbentuk cenderung mengalami penurunan. Hal
ini dapat disebabkan
oleh oksidasi ikatan
rangkap oleh asam peroksiformat tidak
berjalan dengan sempurna
karena reaksi pembentukan
asam peroksiformat merupakan reaksi
reversibel. Sedangkan pada
suhu 30oC dan 40oC
variabel waktu 4 jam, penurunan jumlah epoksida dapat terjadi karena reaksi
belum mencapai kesetimbangan dan
jumlah senyawa epoksida
yang terbentuk belum maksimal karena oksidasi dari asam
peroksiformat yang tidak sempurna.
Download makalah dilengkapi gambar
0 komentar:
Posting Komentar