2/26/2013

Makalah Epoksida


SENYAWA EPOKSIDA
Epoksida  adalah  senyawa  eter  siklik  dengan  cincin  yang  memiliki  tiga anggota. Struktur dasar dari  sebuah epoksida berisi  sebuah atom oksigen yang diikat pada dua atom karbon berdekatan yang berasal dari hidrokarbon. Tegangan  dari  cincin  dengan  tiga  anggota  ini  membuat  senyawa  epoksida menjadi lebih reaktif daripada eter asiklik. Senyawa  epoksida  merupakan  senyawa  yang  sangat  penting  sama  seperti produk kimia  lainnya, misalnya resin. Proses produksinya yang telah diketahui adalah oksidasi  senyawa  olefin  dengan  peracids,  seperti  asam  m-klorobenzoat,  asam perasetat, dll dan peroksida organic seperti tert-butyl hydroperoxide.
Bentuk gugus epoksi, antara lain :
·         Terminal

·         Internal 


Dan mungkin memiliki pengganti pada atom karbon selain hidrogen, misalnya


Gugus epoksi dapat pula menjadi bagian dalam sebuah struktur cincin, seperti  

Senyawa  epoksida  dapat  dibuka  dengan mudah,  di  bawah  kondisi  asam  atau basa. Contohnya, hidrolisis propilen oksida yang dikatalis dengan senyawa asam atau basa untuk menghasilkan propilen glikol.








 REAKSI EPOKSIDASI
Epoksidasi  adalah  reaksi  oksidasi  ikatan  rangkap  oleh  oksigen  aktif  membentuk  senyawa  epoksida.  Pada  umumnya,  epoksidasi  minyak  menggunakan hidrogen peroksida sebagai pereaksi. Sifat hidrogen peroksida sebagai oksidator tidak cukup  kuat  sehingga  ditransformasi  ke  bentuk  yang  lebih  aktif  (asam  peroksi). Menurut Swern D.  (Swern D.,  et  al,  1945)  bahwa  asam  peroksi  yang  dibentuk  dari reaksi hidrogen peroksida dengan asam alifatis rendah (asam formiat dan asam asetat) merupakan bentuk yang reaktif.  Asam peroksi dapat bereaksi  sangat cepat dengan  senyawa  tidak  jenuh. Sifat asam  formiat  yang  kuat  dapat  juga  membuka  cincin  oksiran  untuk  menghasilkan senyawa  turunan  hidroksi-formoksi.  Dengan  adanya  air  akan  terbentuk  senyawa dihidroksil dan asam formiat.
Karakteristik  dari  senyawa  epoksida  adalah  adanya  gugus  oksiran  yang terbentuk oleh oksidasi dari senyawa olefinik atau senyawa aromatik ikatan ganda.

Untuk  mencegah  reaksi  eksotermis  yang  tidak  terkendali  dan  untuk mengoptimalkan  epoksidasi,  larutan  peroksida  ditambahkan  secara  bertahap  dengan adanya pengadukan, dan mempertahankan suhu reaksi. Ketika  angka  iod  substrat  telah  berkurang  sampai  ke  titik  yang  diinginkan, reaksi  terhenti  dan  substrat  terepoksidasi  dipisahkan  dari  larutan. Karena  epoksidasi merupakan  reaksi  yang  reversibel  dan  terdapat  kemungkinan  munculnya  reaksi samping, epoksidasi diusahakan untuk terjadi pada temperatur yang rendah dan waktu yang singkat [Kirk-Othmer, vol.9, 251].
Ester terepoksidasi mempunyai densitas yang  lebih  tinggi dan volatilitas yang lebih  rendah  serta  lebih  tahan  terhadap  oksidasi. Epoksidasi meningkatkan  stabilitas oksidatif termal dan mengurangi laju peningkatan angka asam [Gan L.H. et. Al, 1995].
Suhu  reaksi  epoksidasi  lebih  sering  diatur  pada  30  dan  140oC.  Reaksi epoksidasi dapat dilakukan  secara  batch,  semi-kontinyu, atau kontinyu  [Escrig, Pilar De Frutos et. Al, 1998].



Penamaan Epoksida
• Epoksi sebagai cabang pada seny. utama,
1,2-epoksi-sikloheksana
• Alkana oksida, dari metode sintesis umum
• Oksirana sbg induk, oksigen nomer 1

Reaksi epoksidasi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:
Persamaan  laju  reaksi  epoksida  dan  konstanta  laju  reaksi  epoksidasi  pada berbagai temperatur adalah sebagai berikut :



Persamaan laju reaksi epoksidasi metil ester :
Salah satu produk epoksida yang dapat dihasilkan menggunakan minyak nabati sebagai bahan bakunya adalah senyawa polihidroksi trigliserida. Polihidroksi trigliserida merupakan senyawa turunan dari minyak atau lemak yang memiliki gugus hidroksil lebih dari 2. Senyawa polihidroksi trigliserida ini banyak digunakan sebagai bahan untuk pembuatan  poliuretan, bahan aditif untuk plastik, pelumas, surfaktan dan lain-lain sehingga kebutuhan akan senyawa ini menjadi sangat tinggi.
Senyawa polihidroksi trigliserida ini dihasilkan melalui reaksi hidroksilasi. Reaksi hidroksilasi meliputi dua tahap reaksi, yaitu reaksi epoksidasi pembentukan cincin epoksida

(oksiran) dan diikuti reaksi pembukaan cincin oksiran. Senyawa trigliserida tidak jenuh yang terkandung dalam minyak nabati ini diepoksidasi menggunakan asam peroksi (yang terbuat dari asam karboksilat dan hidrogen peroksida), dan akan menghasilkan senyawa epoksida yang jumlahnya dapat dinyatakan dalam bilangan oksiran.
Epoksida minyak dapat digunakan secara langsung sebagai pemlastis dalam matriks polimer untuk menghasilkan suatu material  yang sesuai untuk polivinil klorida (PVC), hal ini sangat penting sekali untuk mengendalikan kekentalan PVC selama proses pembuatannya dan sebagai penstabil resin PVC untuk meningkatkan fleksibilitas, elastisitas, kekuatan dan untuk mempertahankan stabilitas polimer terhadap perpindahan panas dan radiasi UV. Reaktifitas cincin oksiran yang tinggi menyebabkan epoksi juga dapat digunakan sebagai bahan baku untuk beberapa bahan kimia, seperti alkohol, glikol, alkanolamin, senyawa karbonil, senyawa olefin, dan polimer seperti poliester, poliuretan, dan resin epoksi (Gan, 1992).
Adanya ikatan π pada metil risinoleat telah berhasil diepoksidasi dilanjutkan dengan alkoksilasi terhadap epoksida metil risinoleat untuk menghasilkan senyawa metil [9-(2,3-dihidroksipropoksi)-10,12-dihidroksioktadekanoat] (Ocha,2009).
 Esterifikasi asam organik dengan alkohol merupakan salah satu reaksi yang paling mendasar dan penting dalam industri kimia. Produk-produk esternya secara luas dimanfaatkan sebagai pelarut dan pengemulsi dalam industri makanan, farmasi serta kosmetik ataupun pelumas dalam pengolahan logam, industri tekstil dan plastik (Arismunandar, 2006). 
 Sebagai bahan bakar (biodiesel) ester asam lemak seperti metil maupun etil ester asam lemak telah banyak diteliti untuk dikembangkan, demikian juga ester antara alkohol rantai panjang dengan asam oleat telah banyak dikembangkan sebagai bahan pelumas dasar bio (biolubricant) (Susanto, 2008).


Bahan  baku  yang  digunakan  adalah minyak  sawit.  Bilangan  iod  dalam  bahan  baku sebesar 58,37 %w/w. Reaksi epoksidasi merupakan bagian dari reaksi hidroksilasi, yang mana senyawa  epoksida  yang  dihasilkan  sebagai  senyawa  intermediet  akan  mengalami  reaksi pembukaan  cincin  oksiran/epoksida menghasilkan  senyawa  polihidroksi  trigliserida,  karena penelitian  ini  difokuskan  pada  reaksi  epoksidasi  maka  pembukaan  cincin  oksiran  harus dihambat. Reagen  yang  digunakan  untuk menghambat  reaksi  pembukaan  cincin  oksiran  ini adalah benzene. Reaksi epoksidasi merupakan reaksi eksotermis dan penelitian  ini dilakukan secara  isotermal  sehingga  perlu  ada  kontrol  suhu  reaksi.  Saat  awal  reaksi,  digunakan  air pemanas  untuk mencapai  suhu  reaksi.  Setelah  suhu  reaksi  tercapai  dan  hidrogen  peroksida mulai  ditambahkan,  suhunya  akan  meningkat  sehingga  penggunaan  air  pemanas  segera diganti dengan air pendingin. Penggantian air  ini  tidak dapat dilakukan dengan cepat karena dilakukan  secara manual  sehingga  suhu  reaksi  tidak  dapat  stabil  pada  kondisi  reaksi  yang diharapkan (pengendalian suhu yang sulit dilakukan). Alat yang digunakan untuk mengontrol suhu pada  reaksi  epoksidasi  ini  adalah  termokopel  yang dicelupkan dalam  larutan di  dalam labu  leher  tiga. Namun  saat  run  pertama  dijalankan,  larutan  di  dalam  labu  berubah warna menjadi kehitaman. Hal  ini terjadi karena ujung termokopel, yang terbuat dari besi, terkorosi oleh reagen H2O2. Untuk run berikutnya termokopel dicelupkan ke dalam waterbath berisi air pemanas/air pendingin,  sehingga dibutuhkan kalibrasi  suhu antara  suhu air pemanas dengan suhu di dalam  labu. Diasumsikan bahwa pada waktu ke-0 belum  terdapat senyawa epoksida.
Pada  penelitian  ini,  penetralan  minyak  hasil  reaksi  dilakukan  setelah  proses  distilasi  yang berarti berbeda dengan cara kerja di dalam jurnal L.H. Gan, S.H. Goh dan K.S. Ooi (1992). Di dalam  jurnal,  minyak  hasil  reaksi  dinetralkan  dahulu  untuk  kemudian  didistilasi.  Hal  ini disebabkan  oleh  adanya  keterbatasan  ukuran  alat  penelitian  yang  akan  digunakan  untuk penetralan.
Pengaruh Waktu  Reaksi  Terhadap  Jumlah  Bilangan  Epoksida  (%  Epoksida) pada Suhu 30oC,40oC,Dan 50oC
            Secara  teori,  epoksidasi minyak  sawit menghasilkan  senyawa  epoksida  yang ditandai dengan kenaikan bilangan epoksidanya. Tipe  reaktor yang digunakan adalah reaktor  batch,  sehingga  semakin  lama waktu  reaksi maka  konversi  yang  dihasilkan semakin besar, sampai tercapai konversi yang maksimal. Dengan membuat plot grafik hubungan  persentase  epoksida  sebagai  fungsi  waktu  reaksi,  akan  terlihat  pengaruh waktu terhadap bilangan epoksida produk.
  
            Berkurangnya pembentukan asam peroksiformat pada suhu reaksi yang semakin tinggi  akan  mengurangi  oksidasi  ikatan  rangkap  dalam  minyak  sehingga  senyawa epoksida yang dihasilkan juga semakin sedikit.
Pada  suhu  30oC,  semakin  lama  waktu  reaksi  maka  persentase  epoksida  yang terbentuk  cenderung  semakin  besar.  Untuk  variabel  waktu  1  jam  diperoleh  jumlah bilangan epoksida 0,96 %, variabel waktu 2  jam   diperoleh  jumlah bilangan epoksida 1,23%, dan variabel waktu 3 jam diperoleh  jumlah  bilangan epoksida 1,23%.
Pada  suhu  40oC  juga  diketahui,  persentase  epoksida  yang  terbentuk  cenderung semakin  besar  dengan  bertambahnya  waktu  reaksi  meskipun  terdapat  sedikit penurunan  jumlah bilangan epoksida pada variabel  suhu 2  jam.   Hal  ini dapat dilihat dari persentase epoksida yang    terbentuk pada variabel waktu 1  jam sebesar 1,00 %  ; pada variabel waktu 2  jam  sebesar 0,97 %, dan pada variabel waktu 3  jam diperoleh jumlah bilangan epoksida 1,07%.  
Pada  suhu  50oC,  hasil  yang  diperoleh  memiliki  kecenderungan  yang  sama dengan  hasil    pada  suhu  40oC,  dimana  terlihat  semakin  lama  waktu  reaksi  maka jumlah bilangan epoksida cenderung semakin besar, yaitu pada variabel waktu 1  jam diperoleh  jumlah  bilangan  epoksida  1,09  %,  variabel  waktu  2  jam  menghasilkan jumlah  bilangan  epoksida  0,87  %,  pada  variabel  waktu  3  jam  diperoleh  jumlah bilangan epoksida 1,02 %, dan pada variabel waktu 4  jam diperoleh  jumlah bilangan epoksida 1,15 %.  Hasil pada variabel suhu 50oC  ini diperoleh karena semakin  lama waktu   reaksi maka  kesempatan molekul-molekul  zat  pereaksi  untuk  saling  bertumbukan  semakin luas,  disamping  itu  ikatan    rangkap  yang  terdapat  dalam    minyak  sawit  semakin banyak  mengalami  oksidasi  pembukaan  ikatan  rangkap  oleh  asam  peroksiformat. Keberadaan  benzene  dalam  reaksi    juga  akan    meminimalkan  pembukaan  cincin oksiran/epoksida, sehingga senyawa epoksida yang terbentuk lebih banyak.
Akan  tetapi pada beberapa variabel, yaitu suhu 40oC dan 50oC masing-masing untuk  variabel waktu  2  jam  jumlah  epoksida  yang  terbentuk  cenderung mengalami penurunan.  Hal  ini  dapat  disebabkan  oleh  oksidasi  ikatan  rangkap  oleh  asam peroksiformat  tidak  berjalan  dengan  sempurna  karena  reaksi  pembentukan  asam peroksiformat  merupakan  reaksi  reversibel.  Sedangkan  pada  suhu  30oC  dan  40oC variabel waktu 4  jam, penurunan  jumlah epoksida dapat  terjadi karena  reaksi  belum mencapai  kesetimbangan  dan  jumlah  senyawa  epoksida  yang  terbentuk  belum maksimal karena oksidasi dari asam peroksiformat yang tidak sempurna.

Download makalah dilengkapi gambar 

0 komentar:

Posting Komentar